Mengurangi Bakteri Vibrio dengan Teknologi Nanobubble

08 Mei 2021 17:31:19 | Dilihat 8902 kali
Vibriosis pada Udang
Bakteri Vibrio spp. merupakan jenis bakteri yang rentan menyerang udang dalam proses budidaya. Penyakit infeksi oleh kelompok bakteri ini disebut dengan vibriosis. Beberapa jenis bakteri genus vibrio yang menjadi penyebab vibriosis adalah V. harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V. vulnificus, dan V. splendidus.  Keberadaan bakteri vibrio akan menjadi masalah pada tambak budidaya udang jika kepadatannya ≥104 CFU/mL.

Jenis penyakit vibriosis diantaranya adalah kunang-kunang, White Feces Diseases (WFD) dan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). Penyakit kunang-kunang yang menyerang udang windu disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi, dimana udang yang terinfeksi akan terlihat terang dalam keadaan gelap (malam hari). Penyakit lain, WFD dan AHPND seringkali menyerang udang vaname dan disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio parahaemolyticus. WFD ditandai dengan kotoran putih mengambang pada tambak sedangkan AHPND ditandai dengan hepatopankreas udang yang mengerut serta usus kosong, karena penyakit ini menyerang organ pencernaan. Tingkat kematian akibat infeksi bakteri ini dapat mencapai 100% pada udang vaname stadia larva.

Gejala klinis udang yang terserang vibriosis dapat dilihat dari hepatopankreas yang berwarna kecoklatan, terdapat bercak merah pada pleopod, uropod dan abdominal serta insang yang berwarna merah kecoklatan. Selain itu, udang yang terinfeksi vibriosis juga mengalami perubahan tingkah laku seperti kondisi tubuh melemah, nafsu makan menurun, pola berenang miring, berenang dengan lambat dan selalu berusaha mendekati permukaan air.

Penyebab vibriosis                         
Penurunan kualitas air menjadi salah satu penyebab stress pada udang dan menjadikannya mudah terserang penyakit. Kualitas air yang buruk memberikan kesempatan pada bakteri Vibrio spp. untuk menginfeksi udang dalam tambak budidaya. Seperti halnya kasus AHPND yang banyak terjadi pada udang vaname, seringkali diakibatkan oleh padat tebar yang terlalu tinggi, kualitas air buruk dan DO yang rendah.

Nanobubble sebagai Solusi
Salah satu teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas air adalah teknologi nanobubble. Nanobubble memproduksi gelembung berukuran nano (80-300 nm) dan memiliki daya apung yang kecil sehingga dapat bertahan di air dalam waktu yang lebih lama. Semakin kecil ukuran gelembung, maka akan semakin kecil daya apung yang dimilikinya. Stabilitasi dari gelembung nanobubble menjadikannya tidak mudah pecah dan mengurangi potensi terjadinya flokuasi. Hal tersebut menjaga ketersediaan oksigen sepanjang waktu sehingga DO di perairan menjadi stabil.


Budidaya udang dengan sistem nanobubble meningkatkan nilai Total Haemocyte Count (THC) dan Differential Haemocyte Count (DHC). THC dan DHC yang tinggi menunjukan bahwa udang dalam kondisi kesehatan yang baik dan lingkungan bebas pathogen (baca juga: Inilah sistem budidaya nanobubble). Penggunaan nanobubble pada tambak udang vaname juga sangat efektif menurunkan nilai Presumptive Vibrio Count (PVC) dibanding dengan menggunakan aerator biasa. 

Implementasi teknologi nanobubble pada tambak udang raceway indoor di BPBAP Situbondo, terbukti mengurangi total bakteri vibrio (TBV) dibandingkan pada kolam tanpa nanobubble. Khususnya, jumlah TBV di kolam nanobubble ini berada jauh dari ambang bahaya (mendekati kisaran aman) untuk koloni kuning dan 0 untuk koloni hijau. Sebuah penelitian lain mencatat, penggunaan oksigen nanobubble selama 60 menit dalam satu minggu menurunkan total bakteri vibrio dari 1.0x106 CFU menjadi 7.3x102 CFU. Gas lain pada nanobubble, yakni ozon nanobubble menurunkan bakteri vibrio lebih cepat. Ozon nanobubble hanya membutuhkan waktu 6 menit untuk mereduksi 100% dari total bakteri vibrio.

Kadar oksigen terlarut yang tinggi pada tambak udang akan meningkatkan kualitas lingkungan dan mengurangi total bakteri, virus serta penyakit. DO yang tinggi merangsang proses autolisis pada bakteri, meningkatkan reaksi lisis biologi dan mengurangi produksi lumpur. Kondisi tersebut menghasilkan penurunan total bakteri vibrio dan infeksi pada udang. Teknologi nanobubble juga menghambat mekanisme reproduksi bakteri dengan mengganggu dinding sel bakteri melalui oksidasi dari radikal bebas (ORP) dan menghambat proses pembelahannya.

Hasil uji bakteri vibrio pada kolam Nanobubble di Situbondo
(Hasil uji bakteri vibrio pada kolam nanobubble di Situbondo)
Ket: A          = kolam Nanobubble
       B, C, D = kolam tanpa Nanobubble 


Penulis: Zakia Dwi Puspa Ramadina


Sumber:
[1] Hatmani, A. 2003. Penyakit Bakterial Pada Budidaya Krustasea Serta Cara Penanganannya. Oseana, 28(3): 1-10
[2] Huang et al. 2013. Immune Response of Litopenaeus vannamei after Infection with Vibrio harveyi. Aquaculture, 406-407: 115-120.
[3] Mahasri et al. 2019. Nanobubble Aquaculture System: Its Effect Towards Immune Response and Infection of Vibrio sp. in Vannamei Shrimp (Litopenaeus vannamei). Indian Veterinary Journal, 96 (05): 21–23.
[4] Muslimah, N. Balai KIPN Banjarmasin. https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/BKIPM/tulisan%20ilmiah/KORAN%20AHVND-converted.pdf, diakses pada 6 Mei 2021.
[5] Nghia et al. 2021. Control of Vibrio parahaemolyticus (AHPND strain) and Improvement of Water Quality Using Nanobubble Technology. Aquaculture Research: 1-13. doi: 10.1111/are.15124.
[6] Rahmawati et al, 2020. Enhancement of Penaeus vannamei shrimp growth using nanobubble in indoor raceway pond. Aquaculture and Fisheries, https://doi.org/10.1016/j.aaf.2020.03.005