FCR (Food Conversion Ratio) adalah perbandingan antara berat pakan yang sudah diberikan dalam siklus periode tertentu dengan berat total (biomass) yang dihasilkan. Berat pakan yang digunakan ialah hasil akumulasi sejak awal penebaran benih hingga panen. Dalam bahasa sederhana, FCR diartikan sebagai suatu perhitungan, seefisien apakah komoditas yang dipelihara dapat mengkonversi pakan menjadi bobot.
Pentingnya FCR
Informasi FCR berkaitan dengan nilai ekonomis. Kebutuhan pakan menjadi sumber terbesar pengeluaran dalam proses budidaya. Kemampuan untuk mengefisienkan jumlah pakan menjadi bobot ini bermakna besar karena dapat meningkatkan keuntungan pembudidaya. FCR juga menjadi indikator dari kualitas pakan, dimana kemampuan pembudidaya dalam mengelola pakan serta efisiensi biaya yang digunakan terlihat dari nilai FCR yang ada. Semakin rendah FCR, semakin rendah biaya pakan yang dikeluarkan. Keuntungan pembudidaya jelas akan meningkat karena selama ini pakan merupakan penyumbang biaya terbesar, 50%-70% dalam satu periode budidaya. Selain itu, keberhasilan mengefisienkan pakan dapat bermakna efisiensi sistem budidaya sekaligus kemampuan efisiensi biologis bagi lingkungan.
Nilai FCR Ideal
Nilai FCR antar komoditas berbeda-beda. Nilai FCR ini dipengaruhi oleh spesies, ukuran, parameter lingkungan sekitar dan sistem budidaya. FCR yang umum untuk udang antara 1,2 - 1,5, sedangkan pada ikan adalah 1,5 - 2. FCR lebih dari 2 sangat tidak disarankan demi keefektifan dan keekonomian usaha budidaya.
Biasanya, nilai FCR dapat kurang dari 1 jika ikan atau dipelihara dalam kolam yang mengandung banyak pakan alami. Namun sulit untuk mendapat FCR <1 sebab ikan harus menggunakan pakan untuk metabolisme, pencernaan, respirasi, osmoregulasi dan aktivitas kehidupan lainnya.
Penyebab FCR Tinggi
Efisiensi pakan bisa terwujud apabila memperhatikan beberapa faktor, seperti pengecekan anco secara rutin oleh pembudidaya. Adapun nilai FCR yang tinggi bisa disebabkan oleh beberapa hal berikut:
Oksigen adalah faktor penting dalam proses fisiologi dan metabolisme. Penambahan aerasi bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam kolam. Nanobubble sebagai aerator modern mampu memenuhi kebutuhan oksigen udang/ikan untuk mendukung efisiensi pakan.
Hasil Riset Nanobubble
Kualitas air yang baik menjadi faktor penting dalam keberhasilan budidaya. Dengan kualitas air yang baik, udang atau ikan yang hidup di dalamnya akan merasa lebih nyaman, proses metabolisme serta fisiologi juga berjalan lancar. Tingkat DO tinggi terbukti menginduksi autolisis bakteri, meningkatkan reaksi lisis biologis, dan mengurangi produksi lumpur pada kolam.
(Baca juga :Nanobubble Solusi Menghilangkan E.coli dan Total Coliform)
Mesin nanobubble menghasilkan gelembung halus berukuran nano (80-200 nm) yang memperbaiki kualitas air. Selain meningkatkan pertumbuhan, menghilangkan virus dan bakteri penyebab penyakit, mesin nanobubble juga mampu menurunkan nilai FCR. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa jenis komoditas dalam budidaya tidak dapat mencerna makanan dalam tingkat DO rendah, sebab oksigen memainkan peran penting dalam metabolisme.
Hasil riset yang dilakukan pada kolam raceway udang vaname di Situbondo, penggunaan nanobubble menurunkan nilai FCR secara signifikan. Pada kolam tanpa nanobubble, FCR udang sebesar 1,5 sedangkan kolam dengan nanobubble memiliki FCR 1,1.
Budidaya Sidat dengan Teknologi Nanobubble
4 Teknik Budidaya Melon Hidroponik
Nanofertilizer dan Manfaatnya
Meningkatkan Kesuburan Tanah dengan Nanobubble
Mengenal MBBR dengan Aerasi Nanobubble
Waspada Penyakit AHPND pada Udang
Dissolved Air Flotation dengan Teknologi Nanobubble
6 Jenis Penyakit pada Udang yang harus diwaspadai
Cara Mengatasi Kualitas Air Tambak yang Buruk
Ikan Hias Mati Mendadak Rugi Ratusan Juta